story

Jumat, 28 Oktober 2016

Kampungku - part 2 (Terlalu Indah Mengenang Masa Kecil)

Aku hidup di masa kecil di tahun 90an, hidup di desa kecil di tahun segitu pasti mainan masa kecil akan sangat bervariatif. Bahkan untuk bermain kadang ada musimnya. Saat musim layangan, hampir semua anak-anak di desaku bermain layang-layang. Tidak terkecuali aku yang perempuan, selalu ingin ikut-ikutan mainan anak laki-laki. Alhasil kulitku jadi gelap karena hobi panas-panasan sepulang sekolah. Aku memang tidak bersekolah di desaku, aku disekolahkan di sekolah kecamatan. Enaklah jadi punya banyak teman, teman di sekolah akan berbeda dengan teman main kalau sudah dirumah.

Ngga cuma main layang-layang saat musim kemarau. Saat musim panen sudah usai kadang areal persawahan yang kering disulap jadi lapangan sepakbola oleh anak laki-laki. Untuk menghindari efek cedera akibat tanah sawah yang kering dan terbelah-belah maka ditutupi dengan jerami kering, jadi kalau sakit enak lah empuk pastinya. Selain jerami digunakan untuk menutupi tanah yang berongga saat bermain bola, kita juga sering bermain rumah-rumahan menggunakan jerami kering. Jerami kering dijadikan atap dan juga alas saat membuat rumah-rumahan. Efeknya aku pulang-pulang pasti langsung gatal-gatal karena efek jerami kering itu, tapi entah kenapa tidak ada kapoknya. Mungkin itulah ajaibnya anak kecil, susah untuk menyerah begitu saja.

Musim hujan tiba, hujan deras hampir setiap hari mengguyur desaku, pertanda musim tanam padi akan segera dimulai. Efek hujan deras yang terus menerus membuat sawah yang belum ditanami itu berubah menjadi seperti lautan, semuanya terendam air. Sawah masih jadi tempat favoritku saat bermain. Musim hujan tidak menjadikan kami kehilangan tempat bermain, justru inilah saatnya kami menjadi pelayar dadakan. Saat sawah sedang penuh dengan air dan nampak seperti lautan, itu saat yang tepat buat kami membuat perahu getek. Perahu getek dibuat dari batang pohon pisang yang ada disekitaran sawah yang disusun secara sejajar lalu disatukan dengan menggunakan bambu. Urusan membuat perahu getek ini jadi ahlinya anak laki-laki, aku cukup ikut menaikinya saja saat sudah jadi. Setidaknya rasanya kita bisa bermain di laut walau rumahku jauh dari pantai. Angin di sawah semakin membuat efek ombak yang seolah-olah kita sedang berlayar di lautan lepas.

Kalau diingat-ingat terlalu banyak permainan sederhana yang aku mainkan saat masih kecil bersama teman-teman satu kampung. Jaman dulu hidupku belum dijajah oleh gadget, lihat hape saja jarang-jarang. Dulu teman sekolahku waktu SD sudah ada yang membawa hape, dia anak orang berada. Seolah-olah hape layar kuning itu sungguh mengagumkan. Bisa dibawa kemana-mana, bisa untuk mengirim pesan dan untuk menelepon seseorang darimanapun. Dulu saat dirumah belum punya telepon, aku dan ibuku harus ke wartel saat subuh. Tarif interlokal saat subuh lebih murah ketimbang saat jam-jam sibuk. Tapi sekarang hampir tiap orang membawa hape kemana-mana, dan fungsinyapun bukan hanya untuk menelpon atau mengirim teks pesan saja. Ajaib memang teknologi selalu berubah dari waktu-ke waktu.

Jaman dulu temanku masih sering mengirimkan surat atau kartu pos untuk idolanya di televisi, lalu kalau sedang beruntung akan dibalas lagi menggunakan pos card oleh artis idola. Temanku pernah mendapatkan postcard balasan dari Leony Trio Kwek-Kwek, hampir tiap hari dia membawanya ke sekolah untuk memberitahukan ke teman-teman satu sekolahnya.

Jaman aku belum sekolahpun aku dulu sempet mencicipi bagaimana rasanya menonton televisi layar hitam putih dan hanya bisa menonton satu chanel tv saja, yang selalu menampilkan lagu Garuda Pancasila saat sore dan aku selalu bernyanyi saat ada lagu itu ada di tivi.Tapi itu tidak berselang lama saat akhirnya televisi itu diganti dengan televisi tabung berwarna berukuran 14 inch, salah satu merek dari Jepang yang terkenal waktu itu. Tontonan favoritku yang aku ingat saat hari Minggu di siang hari adalah Pendekar Wiro Sableng 212. Dia sakti sekali, dan punya banyak sekali jurus yang digunakan untuk mengalahkan para musuhnya. Senjata andalannya adalah kapak 212 pemberian dari sang Guru Sinto Gendeng.


Bangga rasanya punya masa kecil yang tak terlupakan yang tidak akan bisa dirasakan dimasa sekarang ini. Jaman memang terus berubah, semakin cangih teknologinya, mainan anak-anak juga sudah berbeda. Kalaupun mereka sekarang lebih suka main game online ketimbang main rumah gubuk atau perahu getek ya kita ngga bisa nyalahin siapa-siapa, memang jamannya yang membawa ke anak-anak untuk lebih asik dengan teknologi. 

Senin, 29 Agustus 2016

Kampungku (part 1)

Awal Agustus,

Hujan dimusim seperti ini sepertinya bukan yang diinginkan petani. Di daerahku saat ini sedang musim panen padi. Hujan jadi suatu hal yang merepotkan kala musim musim panen tiba. Padi yang belum dipetik, ketika malamnya hujan deras, pagi harinya ketika hendak dipetik pasti akan kesulitan karena lahan persawahan menjadi basah dan berlumpur. Beda lagi dengan mereka yang sudah memanen hasil sawahnya, mereka harus bermain dengan waktu siap-siap jika hujan datang mendahului sore maka mereka akan segera bergegas mengamankan hasil jemuran padi. Belum lagi beratnya beban tumpukan padi yang harus dibawa, lumayan sebenarnya untuk melatih otot daripada sibuk ketempat fitnes, angkat-angkat karung padi lumayan bikin kamu berotot kok.

Beginilah kehidupan di kampungku, salah satu kampung kecil di sebuah kabupaten kecil. Tidak banyak mata pencaharian di desa ini, lebih banyak dari mereka mengandalkan sawah sebagai pokok mata pencaharian. Areal sawah di kampungku lumayan luas, cukuplah untuk kalian bersantai menikmati senja dikala sore. Mungkin kehidupan sederhana ini yang akan selalu dirindukan saat pergi jauh dari kampungku ini.

Walaupun aku tidak dilahirkan di kampung ini, tapi aku menghabiskan masa kecilku disini, berteman dengan anak-anak disini, bersekolah disini, jadi rasanya sangat tidak mungkin untuk hanya sekedar memiliki rasa biasa saja akan kampungku ini.

Modernitas memang sudah masuk ke kampung-kampung seperti halnya internet, tapi tradisi di kampungku juga masih cukup kental. Setiap setahun sekali dikampungku selalu mengadakan pertunjukan wayang kulit, biasanya acara ini diadakan sekitar bulan Agustus. Selain untuk memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia, acara ini juga sebagai bentuk rasa syukur yang ditunjukkan akan hasil panen yang sudah didapat oleh warga di kampungku.

Pertujukan wayang kulit akan diadakan semalam suntuk, aku suka ketika di kampungku sedang ada tontonan seperti ini, pasti akan banyak sekali pedagang makanan membuka lapaknya disekitar tontonan dan ini jadi area favoritku. Aku memang kurang mengerti tentang bahasa wayang, kalau aku nonto wayang itu juga karena hanya sekedar menemani mbahku saja yang suka dengan wayang kulit. Selebihnya paling aku tinggal tidur.

Lain wayang kulit, lain lagi tontonan kuda lumping. Tontonan ini sering ada saat sedang ada hajatan disalah satu orang di kampungku. Tontonan ini juga jadi favoritku, walaupun terkadang sedikit menakutkan saat para penari kuda lumping sedang kerasukan. Kuda lumping jika dikampungku disebut dengan ebleg. Pemainnya juga warga dari kampungku lho. Mulai dari ebleg dewasa hingga ebleg kecil hadir disini. Senang rasanya kalau anak kecil disini masih sangat antusias untuk ikut berpartisipasi dalam pagelaran ini, setidaknya regenerasi tetap berjalan. Selama masih ada yang berminat untuk mengundang kelompok kuda lumping ini dapat dipastikan tontonan tradisional ini akan terus bisa kita nikmati hingga nanti anak cucu kita.


Bahas apa yang ada dikampungku rasanya tak pernah membosankan buatku. Saat aku penat dengan kehidupan kota, aku tidak perlu mahal-mahal terbang ke Ubud lalu menyewa villa kesana hanya untuk sekedar mendapatkan udara pedesaan yang sejuk dengan hamparan sawah yang luas, cukup pulang ke kampungku saja, pulang kerumah pasti rasanya jauh lebih menyenangkan. Udara sejuk tersedia, hamparan sawahpun ada didepan mata. 

Jumat, 29 Juli 2016

Publik butuh edukasi yang tepat

Kalau hari ini dirimu merasa kacau dan kesal, apa yang harus kau lakukan?. Berlari sekencang-kencangnya atau berteriak sekeras-kerasnya?.

Saat dalam suatu sistem layanan publik ada yang salah, kau akan diam seakan tidak tahu padahal kau ada didalamnya atau bertindak sebaliknya. Banyak penyimpangan yang terjadi dalam suatu sistem yang jelas-jelas kamu lihat.

Main amankah?, sepertinya memang begitu.

Bekerja sesuai jobdesk tanpa peduli ada suatu yang salah disekitarmu.

Kembali lagi, bekerja memang seharusnya pakai hati. Tidak ada keinginan untuk memperbaiki sistem yang ada, tidak mau memberikan perubahan yang positif. Bekerja seperti robot.

Sistem yang terlalu rumit dalam sebuah layanan publik menjadikan ‘penyimpangan’ publik lebih sering terjadi karena masyarakat tidak ingin dibuat rumit. Pilihannya adalah merubah sistem yang ada atau memaksa publik mengikuti sistem yang ada. Jika sudah diketahui bahwa dengan sistem tersebut lebih banyak terjadi kekeliruan yang tidak bisa diterima masyarakat, apa salahnya merubah sistem untuk meminimalisir hal itu?.

Hal lainnya adalah memberikan edukasi kepada publik jauh lebih penting, perbaiki dulu mental untuk berubah mengikuti aturan yang berlaku. Permudah untuk mengakses aturan tersebut, yang penting publik mau berperan mengikuti aturan yang ada. Bukan sistem yang meyusahkan dan justru membuat publik enggan mengikuti.


Sistem yang sederhana, dapat diterima publik dengan baik dirasa jauh lebih penting untuk mengedukasi publik untuk membangun mental bangsa yang lebih baik lagi.

Kesampean Juga ke Bukit Prau....

Ngga inget tepatnya kapan, ini cerita udah lama banget, tapi kayanya ini jadi salah satu jalan-jalan yang random banget, ngga ada rencana, tiba-tiba berangkat aja cuma gara-gara satu kali ajakan. Iya aku lemah banget kalo urusan diajakin main serba murah.

Salah satu temen kuliah lagi pengen naik ke bukit prau, bukit atau gunung gue ngga paham. Tempat yang lagi ngehits gitu di daerah Dieng setelah Sikunir. Dichat diajakin buat nemenin, langsung mau aja tanpa pikir panjang. Pas tanya sama sapa aja, ternyata cuma sama dia doang. Jadilah perjalanan dua wanita mengendarai motor dari Purwokerto menuju Dieng. Udah mirip kaya dua cewe korban patah hati yang lagi nyari pelarian.

Karena naik gunung itu peralatannya banyak, dan modalnyaku cuma modal jaket gunung sama nekat, alhasil lainnya minjem deh. Karena dia yang ngajakin, dia juga yang bantuin minjemin peralatan, udah kaya bawa bayi yah mau terima beresnya doang?, ya begitulah untungnya dia rela.

Rencananya kita sampe Wonosobo bakal dijemput sama temennya temen aku ini, cowo asli Wonosobo yang udah wara-wiri naik bukit Prau. Okelah, perlengkapan beres, guide juga ada, langsung berangkatlah kita. Perjalanan dimulai sekitar jam 2 dari Purwokerto, pertama gue dulu yang bawa motor dari Purwokerto sampe Banjarnegara, abis itu baru gantian. Sampe Banjarnegara gue gantian dibonceng sampe Wonosobo.

Pas ditengah jalan menuju Wonosobo insiden itu terjadi, pas enak-enak bawa motor tiba-tiba mobil didepan ngerem mendadak, temen gue juga kaget dan ngerem mendadak. Tapi reflek telat, kehajarlah itu lampu belakang mobil dan ngeglepraklah kita berdua di jalan. Duh sakitnya sih lumayan di kaki, tapi bukan itu sebenernya yang bikin khawatir. Yang bikin panik gimana kalo yang punya mobil ngomel2 minta ganti lampu belakangnya, amsyong deh. Tapi untungnya si bapak yang punya mobil baik juga sih, nanyain keadaan kita dan ngakuin salah juga udah ngerem mendadak, bebas deh dari acara ganti lampu mobil orang. Kelar deh.

Keadaan motor sih agak rusak tapi masih bisa jalan lah, untung yang bawa motor bukan gue tapi temen gue sendiri yang punya motor, aman lah dari rasa bersalah. Yah ternyata insiden jatoh dari motor tadi ngga cuma bikin pegel kaki, tapi celana gue ampe sobek gara-gara ngegesrek aspal. Lah bagian paha lagi sobeknya, gimana nih aurat gue kemana-mana. Dikit doang sih sobeknya tapi kan yang namanya aurat tetep keliatan yak. Antisipasinya akhirnya mantel yang mau dipake kalo ujan dipake buat nutupin sobeknya celana, cerdas banget ide gue walaupun agak malu karena ngga ada ujan tapi celana jas ujan dipake.

Setelah insiden kecil itu, sampe juga kita di Wonosobo tepat sebelum maghrib jadi temen gue bisa sholat dulu di masjid deket alun-alun sambil nunggu temennya dia nyamperin. Sambil nunggu akhirnya gue beli hansaplast buat nembel celana yang bolong daripada harus pake celana jas ujan terus, lagian celana yang satunya lagi diniatkan buat dipake pas pulang. Lumayan nunggu lama, ampe kita ditawarin penginepan sama bapak-bapak yang abis sholat disini, mungkin kasian liat dua cewe golar-goler ngga jelas di depan masjid dari maghrib sampe isya masih aja disitu ngga pergi-pergi. Asli lama banget emang tuh temennya temen gue sampe ada kali jam 8 malem nunggu di masjid soalnya nunggu dia balik kerja diluar Wonosobo.

Sebelum kita ketiduran akhirnya dia dateng juga dan langsung diajakin istirahat kerumahnya. Abis ngaso, dikasih makan gratis, eh terus baru dikasih tau kalo dia ngga bisa nganterin ke naik malem ini soalnya paginya ada acara nyadran. Nyadran itu salah satu tradisi di daerah jawa tepatnya di Wonosobo menjelang bulan puasa. Lha nasib kita gimana, masa iya suruh naik ke Prau berdua doang, cewe-cewe pula?.

Jam udah nunjukin hampir jam 10 malem, dapet kabar kalo malam ini ada yang mau naik ke Prau juga. Akhirnya kesepakatannya kita mau dititipin ke orang-orang yang mau naik ke Prau juga. Ah yasudahlah daripada gagal, ayok aja berangkat. Sekitar jam 10 malem perjalanan dari Wonosobo ke Dieng dengan jarak tempuh kurang dari 1 jam kayanya. Asli yah keren banget pemandangannya. Gue sih dibonceng jadi bisa puas nikmatin pemandangan. Bolak balik ke Dieng ngga pernah jalan malem-malem kaya gini sih, jalanannya udah sepi juga, wah menguji adrenalin lah, salut buat temen cewe gue ini yang udah nekat naik motor malem-malem ke Dieng.

Sampe deh di salah satu rumah orang Dieng yang rumahnya sering dijadiin basecamp anak-anak yang mau ke Prau. Sampe sana rombongan anak-anak dari Pekalongan udah dateng sekitar 3 orang, 2 cowok dan 1 cewek. Jam udah hampir nunjuki jam 12 malem pas kita mulai mau naik keatas. Oke, jiper gue, ngga pernah naik gunung dan yang lainnya udah pro naik gunung kemana-mana. Jadilah gue yang paling ditungguin kalo jalan. Untung mereka pada baik-baik semua, nungguin berenti kalo gue ngga kuat, diajakin cerita, dikasih coklat, macem-macem lah, bayi banget gue deh disitu pokoknya.

Perjalanan sekitar makan waktu 3 jam, Prau tuh ngga ada puncaknya lebih kaya kumpulan bukit-bukit, makanya bukit Prau disebut juga bukit teletubies karena bentuknya mirip sama yang kaya di teletubies. Sampe sana lega akhirnya gue bisa juga sampe situ, efek ngga pernah olahraga emang fatal banget sih dirasain kalo pas buat beginian.

Dinginnya ngga ngitung berapa derajat, tapi pokoknya dinginnya kelewatan bikin muka kaku. Setelah tenda jadi, gue disuruh tidur soalnya sunrise juga belom nongol sih. Tapi yang namanya dingin tuh emang bikin susah tidur yah, udah dipakein jaket, pake sleeping bag, ya tetep aja dinginnya ngejalar sampe ke badan, mungkin kudunya dipeluk kali, haha... Nanggung juga sih udah mau sunrise mending keluar tenda tiduran diluar sambil merhatiin bintang di langit yang banyak banget.

Dari dulu gue ngga pernah bisa liat rasi bintang di langit kaya apa, cuma bisa liat kalo lagi di planetarium doang, yang paling cuma bisa diliat ya bintangnya banyak banget tapi membentuk rasinya gimana, ya ngga pernah tau. Cuma satu rasi yang bisa gue liat kalo pas lagi natap lagit, namanya rasi layang-layang atau gubuk penceng, atau crux karena bentuknya mirip salib. Letaknya di sebelah selatan agak ke barat daya kalo ngga salah. Tapi itu rasi paling gampang diliat pokoknya, kecil, ngga ribet, Cuma terdiri dari kumpulan 4 bintang yang ngebentuk tanda salib, udah kelar.

Waktunya sunrise, siapin kamera, hunting posisi terbaik buat foto-foto. Takjub sih pas dikasih sarapan terindah sama Tuhan kaya gini. Gradasi warna putih, biru, jingga jadi satu, lalu dari bukit kita bisa liat 7 puncak gunung yang ada disekitar kaya Gunung Sindoro sama Gunung Sumbing yang paling deket, lalu ad gunung lawu, merapi, ungaran, merbabu, dan gue lupa yang lainnya. Pokoknya sih ini pemandangan yang emang ngga ada yang bisa buat kecuali Tuhan.

Foto-foto emang memakan waktu yang lama, sampe ngga kerasa matahari udah mulai nongol jelas. Udah mulai terang, kita balik ke tenda. Istirahat sebentar, siangnya kita langsung turun gunung. Singkat cerita abis sampe base camp kita langsung turun ke Wonosobo, ngga lupa mampir ke rumah temennya temen gue itu buat pamitan. Eh malah disuruh makan dulu, ya udah tambah ngirit aja deh kita sekalian numpang mandi juga. Udah ngga di Dieng tapi airnya masih dingin juga, tapi ya mau gimana lagi dari kemaren kita belom mandi. Di Wonosobo kita sampe maghrib, abis maghrib kita memutuskan buat balik ke Purwokerto. Perjalanan malem lagi, parahnya kita balik pas kondisi ngga tidur sama sekali sebelumnya pas di Dieng, dan itu sangat menyusahkan gimana nahan mata ini biar ngga merem. Pas bagian diboncengin pasti malah tambah ngantuk, udah diganjel pake kopi inmaretret masih aja ngga mempan. Kondisi jalan gelap, kondisi mata ngantuk,kondisi badan capek,  ya walaupun begitu kita akhirnya sampai ke kosan masing-masing di Purwokerto dengan selamat tanpa kurang suatu apapun, malah bertambah soalnya kita baliknya bawa 2 dus carica. Buat yang ngga tau apa itu carica langsung aja dateng ke Dieng.

Semenjak saat itu temen gue jadi sering banget nganterin temen-temennya buat ke Prau, bukan guide yang dibayar, nemenin aja gitu. Dan gue? Belum ada kesempatan kesini lagi sampe sekarang, mungkin kamu yang disana mau ngajakin mungkin? Kenapa engga.

No pic = hoax katanya








Senin, 20 Juni 2016

Tidak Ada Kata Terlambat Untuk Bersyukur

Kehidupan itu ajaib yah, ngga pernah bisa ditebak. Kadang dari kisah orang lain hingga pada akhirnya kita bisa mengucap syukur. Aku dapatkan kisah ini dari teman. Bukan seorang teman sudah kukenal bertahun-tahun, dia hanya seorang kenalan yang tidak sengaja aku temui saat kita sama-sama sedang berjuang dalam pencarian peruntungan.
Sebelumnya aku banyak mengeluh dengan penantian panjang, kelelahan mengejar peruntungan kesana-kemari, ratusan ribu uang yang harus dikeluarkan demi modal kesana-kemari di pulau Jawa ini. Tapi seorang teman yang baru kukenal menyadarkanku secara tidak langsung.
Perkenalan ini singkat saja karena kita sama-sama sendiri ditempat itu, karena perkenalan itu terjadi saat di akhir, saat kita akan pulang. Akhirnya kita memutuskan untuk saling bertukar nomor handphone dengan tujuan untuk bisa saling berkabar bagaimana kelanjutan dari pencarian ini, akankah sama-sama berlanjut atau tidak.
Seminggu sudah berlalu dan hasilnya aku tetap melanjutkan pencarian ini dan dia harus terhenti. Kupikir dia hanya seorang lulusan baru yang sedang heboh-hebohnya mencari kehidupan baru paska diwisuda. Kupikir dia juga masih tinggal satu pulau denganku sehingga pengorbananannya setaralah dengan pengorbananku. Kupikir awalnya seperti itu.
Perbincangan ini kumulai lewat pesan singkat yang diawali dengan saling bertukar kabar. Setelah saling bertukar kabar, baru kutahu bahwa dia sudah cukup lama berada di putaran pencarian ini. Dan ibukota ini bukanlah dimana dia berasal, dia berasal dari pulau seberang, pulau Andalas tepatnya. Dia sudah berbulan-bulan ada di ibukota ini untuk mencari peruntungan setelah lama berkutat mencari peruntungan di pulaunya.
Yang kutahu dia kini sudah kembali ke pulaunya karena panggilan orangtua. Dia pulang dengan tangan hampa tanpa membawa kabar baik untuk orangtuanya. Tapi pulang dalam keadaan selamat jadi salah satu kabar baik untuk orangtuanya
Dia mengeluh memang kepadaku, tapi aku salut padanya. Berusaha berjuang hingga berani meninggalkan pulaunya dan berjuang bersama ribuan manusia lain di ibukota ini. Sesaat kemudian aku jadi teringat akan diriku sendiri. Secara tidak langsung dia mengingatkanku untuk bersyukur. Bersyukur bahwa nyatanya kamu tidak sendiri, bersyukur tidak perlu menyebrang lautan untuk mencari peruntungan.
Perjuanganmu memang serasa berat, tapi jika aku ingin membandingkan dengan teman yang baru kutemui, sungguh perjuanganmu belum ada apa-apanya. Penantian dia lebih panjang dibandingkan denganku.
Jadi masihkah aku harus terus mengeluh?. Aku bukan manusia yang ingin dikasihani, ini bukan keadaan terburukku karena aku masih bisa bersyukur. Aku masih punya kekuatan untuk berdiri lagi setelah berkali-kali jatuh. Nyatanya hidup ini memang perlu diperjuangkan apapun itu bentukknya.
Sesekali memang berpikir dengan adanya kalimat yang bilang kalau proses tidak akan pernah mengkhianati hasill. Kemudian muncul pertanyaan “apakah usahaku belum maksimal hingga aku masih mendapatkan hasil yang tidak memuaskan?”. Pertanyaan ini menuju kearah keluhan lalu menuju kearah yang tidak bersyukur hingga pada akhirnya mempertanyakan rencana Tuhan.
Rencana Tuhan yang mengatakan akan indah pada waktunya. Lalu kemudian bertanya lagi “memang kapan waktunya?”. Pertanyaan ini mulai saat diri sudah muali jenuh dan tidak sabar.
Bangga orang yang selalu sabar menunggu ketidakpastian dalam keyakinan penuh. Dia yang meyakini suatu ketidakpastian, dia cuma percaya itu ada tapi tidak pernah tahu kapan dia akan dapatkan sesuatu itu.
Waktu juga yang buat kamu punya banyak cerita, walau terkadang tidak mudah untuk menikmati waktu yang ada. Hingga tidak terasa waktu ini terlalu cepat habis. Detik demi detik dihabiskan tanpa berbuat apa-apa, hanya sibuk mengeluh dan ketakutan. Ketakutan tentang hari esok, kekhawatiran yang seharusnya tidak perlu karena itu adalah hal yang sia-sia.
*
Melihat orang yang sukses dan menginspirasi memang menyenangkan. Cerita masa susahpun seolah sangat memotivasi untuk didengarkan. Kisah bagaimana dia bangkit dari keterpurukan menjadi bagian yang menyedihkan tapi menggugah semangat. Begitulah enaknya jadi orang yang sudah sukses sehingga bisa menginspirasi banyak orang.
Lain ceritanya saat menceritakan kesulitan saat masih dalam keadaan susah dan belum sukses. Cerita susahnya hanya dianggap jadi curhatan yang perlu untuk dapat pengasihan. Kisah bagaimana dia bangkit dari keterpurukan lalu jatuh lagi dan belum bangkit lagi hingga sekarang hanya akan dipandang sebagai cerita sedih yang harus diberi semangat.
Pada akhirnya Cuma waktu yang bisa menjawabnya, apakah kedepannya dia akan menjadi sosok yang sukses atau terus terpuruk. Tapi selama dia terus berusaha, yakin saja kalau kesulitan tidak selamanya untuk ditangisi.
Sekarang mungkin kamu Cuma bisa menganga melihat temanmu yang sudah berganti-ganti gadget keren, selalu update bagaimana sibuknya dia bekerja, dan kamu hanya punya kesibukan memandangi aktivitasnya. Tenang semua ada masanya. Kalau hingga saat ini kamu masih sering mengalami segala masalah mungkin Tuhan menganggap kamu masih dianggap kuat untuk menjalani masalah ini.
*
Beberapa hari yang lalu aku memberanikan diri untuk mengirim email kepada salah satu seorang penulis yang sudah dikenal banyak orang. Bahkan bukunya sudah diangkat menjadi salah satu film. Aku mengirimkan email pagi hari dan sekitar beberapa jam muncul notifikasi di kotak masuk. Ada nama penulis itu di kotak masukku.
Aku bertanya hal ringan seputar bagaimana cara menulis dan mendapatkan ide saat menulis. Di awal balasan emailnya dia membalas dengan humor, terang saja dia kan memang penulis buku komedi. Tapi akhirnya dia menjelaskan secara ringan tpi masuk di pemikiranku mengenai bagaimana mendapatkan ide dalam menulis. Jelasnya biarkan hanya aku yang tahu.
Tanpa aku sadari aku juga bertanya bagaimana cara bertahan dalam masa penantian dalam pencarian peruntungan ini. Dengan bijak dan tanpa menggurui dia kembali membalas emailku tetap dengan gaya humornya diawal. Email singkatnya sejenak memberiku pencerahan bahwa saat kamu menikmati apa yang jadi permasalahanmu, masalahmu bukan lagi sebuah masalah tapi sebuah tantangan yang harus dipecahnkan.

Saat kamu menikmati masalah itu, disaat itu pula kamu bersyukur. 

Jumat, 15 April 2016

Dieng Culture Festival: Budaya Tradisional dengan Pengelolaan yang Modern

Dunia pariwisata di Indonesia sekarang sedang mendapatkan perhatian yang besar, semakin banyak wisatawan mengujungi berbagai tempat wisata di Indonesia. Hal inilah yang kemudian menuntut banyaknya pihak untuk memfasilitasi para wisatawan untuk bisa lebih dimudahkan dalam mengakses segala informasi terkait dengan pariwisata yang akan dituju. Di era yang serba digital ini, para stakeholder pariwisata juga harus bisa memanfaatkan era digital ini untuk mengembangkan pariwisata menjadi sebuah potensi yang lebih besar lagi.
E-tourism menjadi salah satu cara yang dikembangkan untuk memudahkan para wisatawan dalam mengkases segala informasi dan fasilitas tempat pariwisata yang dituju. E-tourism menghubungkan seluruh stakeholder pariwisata, mempermudah proses perizinan, mengintegrasikan seluruh kegiatan pariwisata serta memberikan kemudahan bagi seluruh wisatawan untuk mendapatkan segala informasi terkait dengan tujuan wisata yang bisa diakses kapanpun dan dimanapun.
Salah satu kegiatan pariwisata yang layak untuk dikunjungi adalah Dieng Culture Festival (DCF), merupakan salah satu acara wisata budaya yang menjadi acara tahunan yang berlokasi di kawasan dataran tinggi Dieng. Tahun 2015 merupakan tahun ke-6 penyelenggaraan acara tahunan ini dan dari tahun ke tahun pengunjung selalu mengalami peningkatan walaupun harga tiket yang ditawarkan oleh panitiapun dari tahun ketahunnya semakin mahal tetapi hal tersebut tidak mengurangi antusias para wiasatawan untuk mengikuti acara ini. Berdasarkan informasi yang didapat dari Pak Budi Hermanto selaku sterring committee untuk DCF menyebutkan bahwa tahun 2015 terjual habis tiket DCF sejumlah 3.400 yang terbagi dalam tiket VVIP dengan harga Rp 300.000,00 dan tiket VIP dengan harga Rp 200.000,00. Selain itu dijual tiket regular masuk kawasan candi saja dan tercatat ada sekitar 46.000 tiket terjual. Sedangkan untuk warga dari 10 desa dataran tinggi dieng bebas masuk kawasan dan terpantau tim checker ada sekitar 50.000 orang selama 3 hari selama berlangsungnya DCF. Hal yang membedakan tiket khusus DCF dengan tiket regular adalah pengunjung yang membeli tiket DCF bisa memasuki lokasi ritual tidak dengan yang regular.
Dieng Culture Festival mencoba menerapkan e-tourism melalui sistem online dalam penjualan tiket. Penjualan tiket DCF sendiri dilakukan secara online dengan tujuan untuk memudahkan para wisatawan terutama bagi para wisatawan yang berasal dari luar kota maupun mancanegara. Sejak tahun 2013 menggunakan sistem online dengan pembagian 60% pembelian tiket online secara mandiri dan 40% untuk jaringan biro travel yang sistem pembeliannya juga secara online. Keuntungan yang didapat dari biro perjalanan adalah adanya diskon sebesar 5% untuk pemebelian tiket. Pengelolaan website dan pembelian tiket online dilakukan dengan cara sewa server dan kemudian admin akan terhubung dengan internet untuk memverifikasi dengan pembeli tiket dan cek rekening di bank. Selain tiket yang bisa dipesan secara online, pemesanan online lainnya yang bisa dilakukan adalah pemesanan camping ground yang disediakan bagi para wisatawan yang tidak mendapatkan homestay maupun memang berniat untuk camping. Fasilitas pemesanan homestay sendiri panitia hanya menyediakan pilihan homestay beserta nomor yang dapat dihubungi tidak bisa dipesan secara online seperti pemesanan tiket maupun camping ground. Ide awal DCF dan semuanya dikelola oleh Komunitas Dieng Pandawa dan seiring berjalannya waktu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah dan kementrian pariwisata karena menjadi salah satu investasi pariwisata yang menjanjikan.
Media informasi untuk mendapatkan segala hal tentang DCF mulai dari agenda kegiatan, cara pembelian tiket, venue, rute menuju lokasi, info homestay dan lain-lain bisa didapatkan dari website www.dieng.id yang telah disediakan oleh panitia. Informasi yang lebih mendetail disediakan beberapa contact person yang bisa dihubungi via whatsapp dan bbm atau juga bisa memanfaatkan fasilitas twitter. Disana admin twitter akan mencoba menjawab hal yang ditanyakan serta memberikan informasi terbaru terkait pelakasanaan DCF.
Media promo untuk DCF sendiri melalui media sosial seperti twitter dan facebook serta melalui media berita seperti majalah pesawat terbang atau majalah musik dan hiburan. Semua itu gratis dan ditambah juga media promo dalam bentuk liputan khusus di tv kabel u-see tv. Keuntungan yang didapat dari media partner ini hanya mendapatkan tiket gratis DCF dan dimasukkan kedalam katalog. Cara promo lain yang dilakukan oleh panitia adalah panitia mempunyai data nomor handphone pengunjung sejak tahun 2013, dan ada sekitar 15 ribu orang yang berpotensi untuk datang kembali di DCF. Panitia tinggal menggunakan sms gateway, broadcast jadwal pembelian tiket.
Pak Budi memaparkan bahwa kendala selama pelaksanaan DCF terkait dengan kapasitas provider untuk menampung sistem jaringan internet yang dilakukan oleh seluruh pengunjung DCF. 1 alat yang dipasang dalam bts mampu menampung 600 user, salah satu providersudah berkoordinasi dengan memasang 6 alat dan masih tidak kuat menampung saat DCF berlangsung. Kepadatan jaringan hingga mencapai overload hanya saat DCF diluar itu traffic internet normal. Oleh karena itu salah satu provider masih berpikir panjang untuk berinvestasi bts tambahan karena biaya penambahan 1 bts mencapai 1 milyar. Sejauh ini yang bisa dilakukan hanya menambah bandwith saat DCF berlangsung tetapi hal itu tetap saja terbatas.

Pelaksana DCF mencoba memanfaatkan sistem teknologi informasi terkait dengan tujuan e-tourism sendiri yaitu memberikan pelayanan kepada wisatawan yang dilakukan secara online. Selain itu dengan semua informasi mengenai detail acara,akomodasi, dan transportasi dapat diakses secara online kapanpun dan dimanapun. Hal tersebut semakin memberikan kemudahan kepada para wisatawan dan menjadi salah satu usaha peningkatan pelayanan jasa dibidang pariwisata.

Kamis, 07 April 2016

Titip Rindu Buat Kalian

Kangen? Iya mungkin, tapi akunya kelewat gengsi buat bilang kangen sama kalian.

Setahun lepas kita udah balik ke peradaban masing-masing dan Cuma bisa berkabar lewat media sosial. Apa kabar rasanya guyonan kalian kalo ketemu langsung, dicengcengin soal urusan berat badan yang ngga tau kenapa dicengin sama kalian ngga bikin emosi sama sekali, atau sekedar ditoyor kepalanya gara-gara efek geregetan. Toyor sayang pastinya, hahaha..

Sumpah gue kangen kalian di belahan bumi manapun kalian berada, mau dibelahan bumi bekasi, belahan bumi jakarta.,tangerang, ataupun belahan bumi purwokerto. Purwokerto jadi basecamp buat kita yang dari antah berantah ngumpul disini.

Gue sama kalian ngga punya hobi yang sama, ngga punya visi yang sama, tapi apalah persamaan kalo ujung-ujungnya bikin basi. Yang anti ngerokok berkedok atlet ada, yang doyannya ngerokok ampe ditakut-takutin paru-parunya bolong tapi tetep bandel ya ada.

Populer ngga juga, beprestasi apalagi, tapi tanggung jawabnya mereka ngelebihin orang yang eksis di kampus. Bukannya yang eksis sama banyak kegiatan tapi ngga ada yang beres kerjanya, banyak prestasi tapi egois sama diri sendiri. Gue ngga butuh sama orang kaya mereka, gue cuma butuh kalian yang santai tapi memaknai idup dengan apa adanya dan sejujurnya.

Ketemu pas masih pada culun, bikin kita tetep berasa masih culun aja kalo kita ketemuan. Segerombolan orang yang lebih doyan ndekem di kontrakan dan di warung burjo si aa daripada numpang cari sinyal wifi di cafe mahal. Ada yang ngga doyan makan nasi (sampe sekarang gue masih heran), ada yang hobi konsumsi kepala ayam, ada yang jago futsal, ada yang jago desain, ada yang jago ngerjain orang juga, ada yang jago manjat gunung, ada yang jago jualan, ada macem-macem, banyaklah mereka jagonya.

Kalian yang selalu gue yakini bakal jadi orang sukses di bidangnya dengan tampilan luar kalian yang bodoh, tapi gue tau kalian semua jenius didalamnya. Gue banyak belajar dari kalian gimana memaknai idup yang senyatanya berat tapi dibikin santai sama kalian.

Kadang gue gregetan sama kesantaian dan keslengekan kalian yang ngga bisa diajak serius, tapi gue butuh kalian yang kaya gini karena nyatanya serius cuma bikin stres dan bikin cepet mati.

Tapi belum  waktunya kita ketemu, kita kudu ketemu kalo kita udah jadi sesuatu yah. Bawa cerita sukses itu ke hadapan gue. Sukses ngga perlu jadi orang yang banyak duitnya kok. Bahagia sama apa yang kalian kerjakan dan cukup untuk bertahan hidup itu udah cukup.

Sekali lagi terimakasih, walaupun sekarang kita lumayan jauh tanpa saling bertukar kabar, tapi itu justru yang bagus. Nabung rindu yang kalo udah penuh nabungnya bisa dipecahin, jadi puas kangen-kangenannya.

Kalian punya mimpi, gue juga punya mimpi. Yuk dikejar dulu masing-masing sebelum sibuk reunian. Reunian kita kudu berkualitas, bukan sekedar yang nanyain sekarang kamu dimana tapi lebih dari itu.


Walaupun kayanya kalian semua biasa aja kangennya sama gue yang lama menghilang, tapi gue kangennya ampe mati sama kalian. Walaupun gue yakin gue ngga masuk daftar orang penting buat kalian, tapi gue yakin akan masukin kalian masuk ke daftar orang terpenting dalam hidup gue.

Jumat, 13 November 2015

Suka Musiknya.... menenangkan...

Tiap orang pasti suka mendengarkan musik, entah sedang bersantai dirumah, menunggu kemacetan, menemani dalam kereta pasti selalu ada waktu sejenak untuk mendengarkan musik.

Jadi jenis musik apa yang kau suka?

Terlalu banyak genre musik yang sayang sekali untuk tidak didengar, tapi tiap orang pasti punya kesukaan jenis musik tersendiri.

Entah ini jenis musik jazz, groove, fussion jazz, instrumental jazz tapi memang aku mulai menyukainya. Bahkan cenderung kini lebih menyukai band-band indie yang jarang muncul di televisi tapi punya tempat tersendiri untuk didengar.

Alasannya?, berbeda, lain dari kebanyakan, menenangkan, punya idealis didalam lagunya.

Bahkan mulai menyukai instrumental gitar jazz, saxophone jazz, yang bisa didengarkan kapanpun tidak harus menunggu hujan atau malam biar sesuai dengan lagunya. Tidak ada lirik didalamnya tapi bisa memaknainya sendiri. Ada judul didalamnya tapi tidak ada lirik didalamnya, lalu bagaimana kita tahu kalau musik didalam lagu itu menggambarkan judulnya?. Entahlah, yang jelas kita jadi bebas merasakan ketenangan dalam setiap tiupan saxophone dan petikan gitar tanpa peduli arti lirik lagu tersebut.

Lain lagi dengan band indie akustik yang terkadang hanya bermodal gitar akustik tapi dengan vokalis bersuara unik yang tidak banyak ter-expose oleh televisi. Atau juga dengan band indie dengan jenis musik yang unik, tetapi masih masuk ditelinga dengan enaknya. Idealisme bermusik tanpa harus memperdulikan keinginan pasar justru menjadikannya istimewa dan eksklusif. Salah satu menjadikan hal tersebut disukai olehku karena tingkat eksklusifitasnya yang tidak perlu diragukan lagi.
Mereka punya penggemar fanatik tersendiri.

Musik yang santai, menenangkan, dan menyejukkan. Tidak perlu berteriak-teriak tetapi sampai ditelinga dengan baik.

Tidak perlu lirik didalamnya tapi sudah mengena dihati.

Semua memang sesederhana itu dalam mencari kesukaan dalam pendengaran bermusik, tapi setiap musik dibuat dengan tidak sesederhana itu pastinya. Butuh pemikiran, butuh dedikasi keras, butuh ide tinggi, butuh konsentrasi, dan butuh hati untuk cinta dengan lagunya.

Salut untuk mereka yang selalu berjuang dengan apa yang mereka suka.