Aku hidup di masa kecil di tahun 90an, hidup di desa kecil
di tahun segitu pasti mainan masa kecil akan sangat bervariatif. Bahkan untuk
bermain kadang ada musimnya. Saat musim layangan, hampir semua anak-anak di
desaku bermain layang-layang. Tidak terkecuali aku yang perempuan, selalu ingin
ikut-ikutan mainan anak laki-laki. Alhasil kulitku jadi gelap karena hobi
panas-panasan sepulang sekolah. Aku memang tidak bersekolah di desaku, aku
disekolahkan di sekolah kecamatan. Enaklah jadi punya banyak teman, teman di
sekolah akan berbeda dengan teman main kalau sudah dirumah.
Ngga cuma main layang-layang saat musim kemarau. Saat musim
panen sudah usai kadang areal persawahan yang kering disulap jadi lapangan
sepakbola oleh anak laki-laki. Untuk menghindari efek cedera akibat tanah sawah
yang kering dan terbelah-belah maka ditutupi dengan jerami kering, jadi kalau
sakit enak lah empuk pastinya. Selain jerami digunakan untuk menutupi tanah
yang berongga saat bermain bola, kita juga sering bermain rumah-rumahan
menggunakan jerami kering. Jerami kering dijadikan atap dan juga alas saat
membuat rumah-rumahan. Efeknya aku pulang-pulang pasti langsung gatal-gatal
karena efek jerami kering itu, tapi entah kenapa tidak ada kapoknya. Mungkin
itulah ajaibnya anak kecil, susah untuk menyerah begitu saja.
Musim hujan tiba, hujan deras hampir setiap hari mengguyur
desaku, pertanda musim tanam padi akan segera dimulai. Efek hujan deras yang
terus menerus membuat sawah yang belum ditanami itu berubah menjadi seperti
lautan, semuanya terendam air. Sawah masih jadi tempat favoritku saat bermain.
Musim hujan tidak menjadikan kami kehilangan tempat bermain, justru inilah
saatnya kami menjadi pelayar dadakan. Saat sawah sedang penuh dengan air dan
nampak seperti lautan, itu saat yang tepat buat kami membuat perahu getek.
Perahu getek dibuat dari batang pohon pisang yang ada disekitaran sawah yang
disusun secara sejajar lalu disatukan dengan menggunakan bambu. Urusan membuat
perahu getek ini jadi ahlinya anak laki-laki, aku cukup ikut menaikinya saja
saat sudah jadi. Setidaknya rasanya kita bisa bermain di laut walau rumahku
jauh dari pantai. Angin di sawah semakin membuat efek ombak yang seolah-olah
kita sedang berlayar di lautan lepas.
Kalau diingat-ingat terlalu banyak permainan sederhana yang
aku mainkan saat masih kecil bersama teman-teman satu kampung. Jaman dulu
hidupku belum dijajah oleh gadget, lihat hape saja jarang-jarang. Dulu teman
sekolahku waktu SD sudah ada yang membawa hape, dia anak orang berada.
Seolah-olah hape layar kuning itu sungguh mengagumkan. Bisa dibawa kemana-mana,
bisa untuk mengirim pesan dan untuk menelepon seseorang darimanapun. Dulu saat
dirumah belum punya telepon, aku dan ibuku harus ke wartel saat subuh. Tarif
interlokal saat subuh lebih murah ketimbang saat jam-jam sibuk. Tapi sekarang
hampir tiap orang membawa hape kemana-mana, dan fungsinyapun bukan hanya untuk
menelpon atau mengirim teks pesan saja. Ajaib memang teknologi selalu berubah
dari waktu-ke waktu.
Jaman dulu temanku masih sering mengirimkan surat atau kartu
pos untuk idolanya di televisi, lalu kalau sedang beruntung akan dibalas lagi
menggunakan pos card oleh artis idola. Temanku pernah mendapatkan postcard
balasan dari Leony Trio Kwek-Kwek, hampir tiap hari dia membawanya ke sekolah
untuk memberitahukan ke teman-teman satu sekolahnya.
Jaman aku belum sekolahpun aku dulu sempet mencicipi bagaimana
rasanya menonton televisi layar hitam putih dan hanya bisa menonton satu chanel
tv saja, yang selalu menampilkan lagu Garuda Pancasila saat sore dan aku selalu
bernyanyi saat ada lagu itu ada di tivi.Tapi itu tidak berselang lama saat
akhirnya televisi itu diganti dengan televisi tabung berwarna berukuran 14
inch, salah satu merek dari Jepang yang terkenal waktu itu. Tontonan favoritku
yang aku ingat saat hari Minggu di siang hari adalah Pendekar Wiro Sableng 212.
Dia sakti sekali, dan punya banyak sekali jurus yang digunakan untuk
mengalahkan para musuhnya. Senjata andalannya adalah kapak 212 pemberian dari
sang Guru Sinto Gendeng.
Bangga rasanya punya masa kecil yang tak terlupakan yang
tidak akan bisa dirasakan dimasa sekarang ini. Jaman memang terus berubah,
semakin cangih teknologinya, mainan anak-anak juga sudah berbeda. Kalaupun
mereka sekarang lebih suka main game online ketimbang main rumah gubuk atau
perahu getek ya kita ngga bisa nyalahin siapa-siapa, memang jamannya yang
membawa ke anak-anak untuk lebih asik dengan teknologi.